Thursday 21 April 2016

KACA BENGGALA

Seringkali para orangtua menyalahkan anak, kenapa mereka tidak patuh, kenapa tidak belajar sungguh-sungguh, kenapa tidak mau membantu, dan sejuta pertanyaan kenapa lainnya. Orang sering mencari kesalahan orang lain - termasuk aku. dan lupa mencari kesalahan diri sendiri. Ada sebuah 'idom' Jawa yaitu kaca benggala (baca huruf a seperti pada kata pada bahasa inggris fall). Kaca benggala secara harafiah berarti sebuah cermin diri. Secara singkat kaca benggala dapat diartikan introspeksi diri. Hanya saja kaca benggala adalah sebuah alat yang dapat mengantar kita dalam berintrospeksi diri, misalnya anak.

Sudah menjadi garis kehidupan, bahwa kita semua memiliki ayah dan ibu. Dan sebagaian besar mereka diberi keturunan untuk melanjutkan kekhalifahan manusia di bumi ini. Anak diharapkan akan menjadi anugerah bagi orangtuanya, walaupun tak jarang menjadi cobaan atau bahkan musibah jika kita tidak mendidiknya dengan benar. Bahkan dalam agama Islam di samping anak dapat mengantarkan ke syurga, juga dapat menjadi perintang yang sangat signifikan. Dan dalam temaku kali ini anak adalah sebuah bentuk kaca benggala bagi orangtuanya

ANAK SEBAGAI KACA BENGGALA

Kita seringkali tidak menyadari, betapa nakalnya kita saat kecil, bahkan sampai dewasa. Sehingga membuat orangtua kita seringkali diam-diam menangis, diam-diam menahan segala kepedihannya di hati sambil membisikkan segala do'a dan kepasrahan diri pada Yang Maha Kasih - Ar-Rahman, berharap putra-putrinya berubah - menjadi lebih baik. Setelah anak-anak tersebut tumbuh dewasa, menikah dan membesarkan putra-putri mereka sendiri, drama kehidupan terulang lagi. Tidak terkecuali padaku. 

Aku sering merasa tak sanggup menghadapi anakku sendiri. Aku juga sering mempertanyakan kenapa pada Allah. Tentu saja Allah tidak serta merta menjawabnya. Tapi kenangan-kenangan masa kecil berlalu lalang di hadapanku. Hati kecilku sendiri berkata,"See, Enny... She is better than you... Tahukah kamu, bagaimana kau telah menyakiti ayah-ibumu selama ini." Kata-kata itu terus berbisik di hatiku. Jika airmataku berderai, tak lagi aku menangisi putri kecilku yang sebenarnya teramat manis dan patuh padaku, tetapi menangisi diriku sendiri. Betapa nakalnya aku. Tapi aku tetap harus membiarkannya menangis, atau memarahinya, karena aku tak sebaik kedua orangtuaku, tak sesabar mereka berdua, tak searif pemikiran mereka, aku tak bisa menurunkan suaraku saat marah seperti mereka, dan hal yang paling krusial - aku harus mengantarnya menjadi orang yang berguna buat diri sendiri, lingkungan, agama, bangsa dan negara, syukur buat dunia. Dan kaca benggala ku bilang, "Ya Allah, betapa beruntungnya kamu dan betapa pedihnya jadi anakmu".

Anak kita adalah kaca benggala buat kita. Kita menyadari segala hal yang menyakiti orang tua kita, karena kita tahu apa saja yang dilakukan anak kita dan dapat membuat pilu perasaan. 

Hidup akan terus berlangsung, kita hanya bisa berdoa, semogakita dapat menjadi orangtua yanglebih baik lagi,  dan anak-anak kita dapat menjadi orangtua yang lebih baik dari kita. Semoga tulisan membawa manfaat buat yang membacanya. AAmiin.






No comments:

Post a Comment